Kamis, 17 Februari 2011

“Masifitas Kesadaran Mahasiswa Menuju Reformasi Pendidikan”

.

Oleh:Nur Kholis

Dalam pembangunan bangsa yang menjadi pelopor utama atau aspek terpentig adalah pendidikan. Sebuah masa depan bangsa, karakter masyarakat dalam sebuah Negara ini tergantung kemana pendidikan aka mengarahkanny, kalao pendidikan aka megarahkan masyarak ke arah yang lebih baik, dengan intelektual dan moral yang baik, maka sebuah Negara pun akan terbentuk dengan baik dan karakter kebangsaan juga menjadi bangsa yang berkepribadian, terampil, dan merdeka dari bentuk jajahan. Sebaliknya, pendidikan yang lebih mengarahkan pada keterampilan kerja peserta didik tanpa memepertimbangkkan aspek moral maka dari pendidikanlah akan melahirkan robot-robot peradaban, gampang ditelikung dan disetir oleh penguasa dan pengusaha. Dambaan akan kemerdekaan hanyalah sebatas khayalan basi.
Cukup banyak bukti untuk mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya dijadikan sebagai proses humanisasi dan alat transformasi sosial dan pengetahuan, namun pendidikan di Indonesia ini cenderung malah di jadikan sebagai ajang bisnis bagi para kaum pebisnis dan lembaga pendidikan hanya di jadikan pabrik-pabrik tenaga kerja yang terkadang juga masih di pertanyakan kualitasnya. Seperti yang dikatakan sahabat Paulo Fraire, penindasan baru banyak yang dilegitimasi oleh sistem pendidikan. Karena pendidikan kita masih belum bisa melahirkan manusia merdeka yang terampil, kritis, humanis dan bermoral. Sejauh ini pendidikan sebagaimana pernyataan Nurani Soyomukti (2008) hanya melahirkan manusia terampil tapi tidak bermoral dan tidak mempunyai kemerdekaan berfikir sehingga mereka hanya menjadi pesuruh dan pekerja dari kaum kapitalis yang licik.
Hilangnya paradigma pendidikan sebagai proses transformasi sosial tidak lain disebabkan oleh sistem kapitalisme yang membuntuti. Benar apa yang dikatakan oleh Paulo Fraire bahwa pendidikan tidak bebas nilai, melainkan pendidikan menjadi arena pertarungan dari beberapa ideologi. Di negeri ini yang lebih dominan menyusupi adalah ideologi kapitalis. Pendidikan yang dominan spirit kapitalismenya lebih mengarah pada proses pembentukan manusia profesional an sich untuk menjadi pekerja dari para kaum kapitalis.
Mansur Faqih (2001) pernah mengatakan bahwa pendidikan tanpa disadari telah mengalami transisi dari model pendidikan yang sama sekali tidak menghiraukan masyarakat sebelumnya, menuju model pembangunan, di mana pendidikan harus diabdikan untuk memperkuat pembangunan, tanpa mempersoalkan apa ideologi yang menjadi dasar dari pembangunan itu sendiri. Karena di negeri ini model pembangunannya banyak digerakkan oleh sistem kapitalisme, pendidikannya diarahkan bagaimana dapat melengggangkan tersebarnya ideologi kapitalis. Singkatnya, bagaimana pendidikan itu sendiri harus mempunyai relevansi dengan dunia industri.
Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 tentang penanaman modal Asing dalam bidang Pendidikan adalah satu indikasi terjadinya liberalisasi, swastanisasi dan privatisasi pendidikan. Adanya rasa pesimisme dari publik akan rancangan Undang-undang tersebut menjadi keprihatinan bersama. Karena bagaimana pun, apabila penanaman modal di bidang pendidikan dibuka lebar-lebar alias diobral, jati diri pendidikan akan mudah terombang-ambing. Dalam konteks inilah kapitalisme pendidikan kian mendapat restu dari pemerintah.
Perselingkuhan antara pendidikan dengan spirit kapitalisme akan mereduksi dan bahkan melumpuhkan fungsi pendidikan sebagai proses humanisasi dan alat transformasi sosial. Kita telah menaruh harapan banyak munculnya orang-orang kritis, terampil, dan bermoral dari lembaga pendidikan, tapi nyatanya yang lahir adalah manusia-manusia profesional dan terampil yang kecerdasan emosional dan kepekaan hatinya tidak terasah. Manusia yang lahir dari rahim pendidikan tak ubahnya hanya sebagai pekerja, budak, dan pelanggeng dari perusahaan para kaum kapitalis.
Pendidikan kita yang selama ini telah norak timpang tidak lepas dari upaya pemerintah yang ingin mengkomersilkan pendidikan. Pemerintah ingin lepas tangan dari tanggung jawabnya untuk mencerdaskan anak bangsa. Pemerintah mulai membuka ruang lebar-lebar untuk menjual pendidikan kita terhadap korporasi-korporasi internasional.
Dengan sederetan kenyataan yang terjadi di dunia pendidikan di Negara kita semakin mengindikasikan bahwa tujuan utama pendidikan tak lagi humanisasi atau memanusiakan manusia, namun tujuan pendidikan ini merauk keuntungan yang sebesar-besarnya. Dan yang lebih parahnya dengan adanya kenyataan itu, mahasiswa hanya bias pasrah dengan kenyataan, tanpa mau mengelak sedikitpun dan lebih asyik cuek bebek dengan keadaan yang mengancam masadepan bangsa tersebut. Mahasiswa ini yang seharusnya menjadi penggerak utama perbahan masa depan bangsa terutama dalam aspek pendidikanya, mulai aktif dan mengkritisi kenyataan yang ada yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi, turut berfikir dan menjalankan kabijakan yang akan diterapkan, karena mahasiswa adalah barisan utama untuk membentu perubahan masa depan bangsa.
Dengan demikian, menjadi sangat penting bagi kita semua untuk kembali menyadarkan diri kita dan bersama-sama meruntuhkan tatanan pendidikan di Negara kita yang sudah teracuni virus-virus kapitalisme dan sekawanannya dan mengebalikan tujuan pendidikan ke tujuan utamanya yaitu memanusiakan manusia. Dengan cara membongkar lebih jauh problematika pendidikan nasional, terutama dalam proses kapitalisasi, liberalisasi, dan privatisasi pendidikan. Pembongkaran ini tidak lain adalah sebagai langkah untuk menata ulang format pendidikan yang berbasiskan keindonesiaan. Dengan menelaah secara kritis terhadap problematika pendidikan, maka diharapkan nantinya menghasilkan satu bangunan konseptual untuk menyongsong arah pendidikan secara lebih massif, kondusif dan kritis.

“MOHON DO’A RESTU DAN DUKUNGANNYA”

CALON BEM-J PAI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA
2011

0 komentar:

Posting Komentar